Mengimpikan Kaltim sebagai Water Resilient City, Ragam Opsi Tersedia, Perlu Komitmen dan Anggaran
Kamis, 16 November 2023 18:00
NARASUMBER KOMPETEN: Rembuk Etam “Mengimpikan Kaltim sebagai Water Resilient City” menghadirkan banyak narasumber berkompeten membahas solusi ketersediaan air baku dan konektivitasnya untuk Kaltim.

Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Brawijaya (UB) Kaltim bersama Kaltim Post menggelar Rembuk Etam, Rabu (15/11). Pembahasan mengangkat isu ketersediaan air baku di Kaltim dan mewujudkan Kaltim sebagai water resilient city.
DINA ANGELINA, Balikpapan
dinaangelina6@gmail.com
Kaltim Post kembali menghadirkan Rembuk Etam. Sebuah forum diskusi yang menghadirkan para narasumber berkompeten. Mulai pemerintahan, akademisi, perusahaan, hingga pakar di bidangnya. Rembuk Etam kali ini mengangkat tajuk penting “Mengimpikan Kaltim sebagai Water Resilient City”. Hasil kolaborasi Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Brawijaya (UB) Kaltim bersama Kaltim Post.
Ketua IKA UB Kaltim Myrna Safitri yang hadir secara daring membuka Rembuk Etam mengatakan, inti diskusi ini mencari solusi agar Kaltim memiliki ketersediaan air baku yang ideal. “Bagaimana membangun kota secara sistematis, terstruktur, dan bijaksana menyimpan air dengan baik pada musim hujan,” katanya. Jadi, saat musim kemarau, setiap daerah masih memiliki stok air baku.
Dia menyinggung potensi mengelola air hujan yang belum banyak dilirik dan dimanfaatkan maksimal. Artinya daerah tidak melakukan pemanenan air hujan secara sistematik. “Kami menginisiasi diskusi ini karena air sebagai isu publik dan penting dibicarakan,” tuturnya. Tujuannya mencari solusi dari mendengar saran semua pihak.
Penasihat IKA UB Kaltim Edwin Halim menyebut, satu-satunya cara paling rasional dan memungkinkan mengatasi air baku khususnya di kabupaten/kota sekitar Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah dengan mengambil air baku dari Sungai Mahakam. Yang memiliki kapasitas 3.000 liter per detik dengan panjang 920 kilometer cukup untuk memenuhi tiga kawasan.
Namun, menurut dia, rencana ini sulit terwujud karena persoalan ego sektoral dan pembiayaan dari pemerintah. Jadi, dia berharap, Kementerian PUPR mampu memberi bantuan anggaran. Opsi yang tersedia hanya menggunakan APBN, APBD Provinsi, atau kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Edwin percaya kunci realisasi tinggal soal anggaran dan investor yang masuk melalui KPBU.
“Mau tidak mau, suka tidak suka, anggarkan. Kalau ambil dari Sungai Mahakam setidaknya perlu Rp 28 triliun,” ucapnya.
Sebagai daerah yang menjadi tuan rumah IKN, mewakili pemerintah Penajam Paser Utara (PPU), Kabid Cipta Karya Dinas PUPR PPU Zulbair Amin menyebut, PPU mengalami masalah krisis air bersih. Selama ini PPU memiliki potensi suplai air dari anak-anak sungai seperti Sungai Riko. Namun, kuantitasnya tidak besar, tetapi bisa untuk masyarakat sekitar.
Zulbair menyayangkan, ibaratnya PPU sebagai pemilik wilayah Bendungan Sepaku Semoi. Namun, PPU tidak kebagian jatah suplai air dari Bendungan Sepaku Semoi. “Apa bisa kami juga mendapat bantuan air bersih. Kami berharap ada perhatian untuk PPU. Sedikit dari suplai Bendungan Sepaku Semoi bisa untuk warga PPU,” katanya.
Mantan dirut Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant menyebut, Kaltim memiliki karakter di mana air hujan tidak begitu maksimal dapat meresap ke tanah. Belum lagi perubahan iklim yang menjadi tantangan besar. Ada selisih bulan basah dan bulan kering. Kaltim yang dekat dengan jalur khatulistiwa menjadi tantangan tersendiri. Ketahanan air bergantung konektivitas.
“Hal yang penting bagaimana mengendalikan tata ruang di wilayah tangkapan air. Intinya membangun ketahanan air ini perlu komitmen politik, keberpihakan pada anggaran, pengelolaan sarana, dan partisipasi masyarakat,” tuturnya.
Ketua Apindo Kaltim Slamet Brotosiswoyo berkomentar, masalah ketersediaan air baku sangat vital dan turut berpengaruh terhadap iklim usaha. “Investor kalau mau datang ke Kaltim akan tanya infrastruktur, ketersediaan air, dan ketersediaan listrik,” katanya.
Menurutnya masalah air bukan hal yang tidak mungkin mencari solusi dari pengusaha. Misalnya dengan mengumpulkan pengusaha agar peduli terhadap krisis air. Apalagi air adalah kebutuhan pokok. “Tinggal pemerintah jujur seperti pengelolaan dana CSR bisa dimanfaatkan. Perlu sinergi antara pemerintah dan pengusaha demi kepentingan rakyat. Kami bisa kumpulkan pengusaha, saya yakin banyak, tinggal kemauan dan komitmen,” imbuhnya.
Wakil Rektor Bidang Akademik Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Erma Suryani menyebut, deforestasi yang tinggi turut berpengaruh pada kurangnya resapan air. Belum lagi masalah dari kualitas air memiliki indeks pencemaran, mulai status baik hingga cemar sedang. “Seharusnya perlu penilaian kondisi sungai, lahan basah, dan program restorasi perairan,” ujarnya.
Dia menyarankan, sebaiknya pemerintah daerah segera bergerak mencari investor untuk desalinasi air demi stabilitas air. “Kemudian tata kelola air bersih untuk penyediaan dan perbaikan bendali-bendali yang eksisting,” imbuhnya.
Sementara Ketua Prodi Teknik Perminyakan STT Migas Abdi Suprayitno mengatakan, perlunya pembuatan peta hidrologi air tanah yang bersifat lokal. Termasuk perlunya studi bagaimana hubungan Waduk Manggar dan air tanah di bawah waduk. “Ini ide agak nyeleneh, tapi bisa dikaji bagaimana kita mengambil air tanah di bawah waduk dan dikembalikan ke waduk. Itu ide jangka pendek,” ucapnya.
Di sisi lain dirinya juga mendukung rencana Balikpapan untuk mengubah air laut menjadi air tawar atau desalinasi. Sebab, 97 persen air di bumi berasal dari laut. “Soal air tanah banyak kandungan besi, itu tinggal water treatment,” ucapnya.
PERAN INVESTOR
PPK Perencanaan dan Program BWS Kalimantan IV Indrasto Dwicahyo menyebut, pihaknya memiliki rencana alokasi air yang telah disusun dengan kapasitas 5.000 liter per detik di IKN. Namun, kini sembari menyiapkan infrastruktur.
“Misalnya dari Intake Sepaku dan Bendungan Sepaku Semoi untuk menyuplai kebutuhan air di IKN. Dari segi penyediaan air, ada biaya operasi sampai investasi,” sebutnya.
Menurutnya, persoalan air ini harus dilihat secara regional. Potensi besar dari Sungai Mahakam, tapi butuh investasi bersama dari beberapa kota. Selain itu, BWS Kalimantan IV membutuhkan dukungan pemerintah meningkatkan sumber air baku. Seperti Pemkot Balikpapan untuk kesiapan lahan Embung Aji Raden yang masih tahap pembebasan lahan.
Pihaknya turut melirik pembangunan intake Sungai Mahakam dan Bendungan Batu Lepek. Serta melalui Bidang Cipta Karya sedang menyusun pembangunan SPAM Regional untuk mendukung area internal. “Persoalan air ini harus dilihat secara regional. Potensi besar dari Sungai Mahakam, tapi butuh investasi bersama dari beberapa kota,” katanya.
Keterlibatan sektor swasta ditunjukkan oleh Arsari Enviro Industri. Melalui Chief Science Officer untuk Arsari Enviro Industri, Willy Smith menyebut, pihaknya hadir membawa opsi. Bahwa ada sumber air baku baru yang belum dimanfaatkan. Pihaknya melalui PT Arsari Tirta Pradana sudah mengadakan feasibility study pembangunan bendungan Sungai Toyo yang berada di dalam area PT ITCIKU. Kajian ini dilakukan konsultan air terkenal Witteveen-Bos dari Belanda.
“DAS Sungai Toyo paling atas langsung berbatasan dengan IKN dan batas DAS hanya berjarak 12 kilometer dari istana,” ucapnya. Adapun rencana pembangunan dua bendungan dan danau ini memiliki potensi air minum 6,5 meter kubik per detik. Total luas kedua danau yakni Arsari 1 dan Arsari 2 sebesar 4.300 hektare.
“Dari rencana menyambung danau sepanjang 2,6 kilometer. Air ini murni dari gravitasi dengan ketinggian 305 meter dan mampu menghasilkan energi,” sebutnya. Menurut dia, opsi ini memiliki ragam keunggulan. Di antaranya, 100 persen hutan alam dan bebas polusi, sehingga kualitas air terjaga.
“Ini sudah salah satu opsi tersedia dari DAS Sungai Toyo, tinggal bagaimana ada kemauan beraksi. Cadangan air cukup untuk 2 tahun tanpa hujan tetap bisa suplai penuh,” tuturnya. Kemudian memikirkan zonasi untuk membangun zonasi hijau agar awan bisa masuk dan air hujan terserap.
Sementara itu, mewakili PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Balikpapan, Process Engineer PT KPI Refinery Unit (RU) V Misbaqul Munir menyebut, pihaknya pernah mengalami siklus kekeringan pada 2014. Kala itu Pertamina dihadapkan kekeringan Sungai Wain yang selama ini menjadi sumber air baku untuk RU V. Kurang lebih situasi yang terjadi tahun ini sama seperti sembilan tahun lalu. Dia mengakui, hal ini cukup menyulitkan bagi operasional.
“Sumber air baku untuk RU V ini dari Sungai Wain hampir 50 persen. Ada juga sebagian dari sumber lain yaitu desalinasi,” imbuhnya. Namun, di masa mendatang dengan kegiatan RDMP, pihaknya perlu menyuplai air lebih besar hingga tiga kali lipat dari kondisi sekarang.
“Kalau ketahanan air, kami melihat satu-satunya pilihan air laut karena melimpah. Walau memang lebih challenging. Namun dari sisi industri itu adalah pilihan satu-satunya untuk kelangsungan air,” bebernya. (rdh/dwi/k16)
LATEST NEWS
Sekwan : Rotasi dan Mutasi Hal Biasa
29 November 2023
Tingkatkan Kesadaran Warga
29 November 2023
Komitmen Bangun Kawasan Tanpa Rokok
29 November 2023
