
Neva Marcelina S.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
e-mail: nevamarcelina@gmail.com
Pertambangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha tambang dalam rangka pengambilan endapan bahan galian berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis maupun manual, pada permukaan bumi ataupun dibawah permukaan air. Hasil dari kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara, pasir, besi, biji timah, nikel, tembaga, emas dan perak.
Sebagaimana diketahui secara luas, bahwa pertambangan yang dilakukan di Indonesia atas persetujuan atau kebijakan, dan tentunya Pertambangan merupakan usaha yang legal sejauh dilandasi oleh Peraturan Perundang-Undangan. Maka dibuatlah regulasi yang mengaturnya didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tetang Pertambangan Mineral dan BatuBara. Indonesia tercatat sebagai produsen Batubara terbesar ketiga didunia setelah China dan India. Pada tahun 2023, jumlah pengerukan Batubara mencapai 563,73 Juta MT. Lokasi tambang Sebagian besar dapat ditemui di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Selain itu Indonesia juga merupakan salah satu eksportir utama di pasar Asia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memasang target produksi Batubara pada tahun ini hampir 700 Juta Ton atau tepatnya 694 Juta Ton, karena permintaan domestic akan kebutuhan Batubara semakin meningkat. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia juga membenarkan bahwa Produksi Batubara pada Tahun 2023 akan mengalami peningkatan dibanding tahun 2022.
Pemikiran hak penambangan dari pemanfaatan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui untuk kemanfaatan suatu negara, atau Masyarakat yang dianugrahi kekayaan berupa tambang. Ada 2 (dua) teori secara filosofis terkait menganggap bahwa hukum pertambangan adalah suatu system kepemilikan (Property). Negara-negara penganut tradisi hukum Civil Law system, mengarah pada pemahaman John Locke. Hak penambangan tidak lepas dari hak setiap orang atau setiap individu yang memiliki hak alami (Natural Right) untuk menerima buah atas jerih payahnya. Sedangkan Friedrich Hegel, mengembangkan konsep tentang “Hak, Etika, dan Negara” yang intinya sebagai eksistensi dari kepribadian (The Existence of Personality). Konsepsi John Locke maupun Hegel berawal dari Teori Hukum Alam yang bersumber pada Moralitas tentang apa yang baik dan apa yang buruk.
Pembahasan
Dengan diaturnya masalah lingkungan hidup di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang UUPPLH, maka lingkungan hidup telah menjadi faktor penentu dalam proses pengambilan keputusan pemanfaatan dan pengolahan Sumber Daya Alam (SDA). Pembangunan tidak lagi menempatkan SDA sebagai modal, tetapi sebagai satu kesatuan ekosistem yang di dalamnya berisi manusia, lingkungan alam dan/atau lingkungan buatan yang membentuk kesatuan fungsional, saling terkait dan saling tergantung dalam keteraturan yang bersifat spesifik, berbeda dari satu tipe ekosistem ke tipe ekosistem yang lain. Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan lingkungan bersifat spesifik, terpadu, holistik dan berdimensi ruang. Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.
Pertambangan kerap kali menyisakan kesan buruk, misalnya pencemaran lingkungan, maupun eksploitasi alam. Akan tetapi disisi lain terdapat juga manfaat yang dihasilkan dari dunia pertambangan terutamanya bagi negara. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat juga dampak negatif yang timbul akibat dari adanya aktivitas pertambangan. Namun pada kenyataannya Industri pertambangan adalah salah satu sumber pemasukan terbesar bagi perekonomin bangsa. Berikut bentuk dari dampak yang di sebabkan oleh aktivitas Pertambangan;
Salah satunya Konflik Agraria yang baru-baru ini terjadi dan sangat menyita perhatian public yaitu “Konflik dua Dekade Tambang Emas Pohuwanto Berujung Pembakaran Kantor Bupati”. Sudah hampir satu bulan Rein Suleman mendekam di jeruji besi rutan Polda Gorontalo, buntut dari aksi unjuk rasa menuntut ganti rugi perusahaan tambang emas PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS) yang berujung pembakaran Kantor Bupati Pohuwato pada akhir September silam. Imbas dari aksi yang berujung ricuh itu, Rein langsung ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka sehari kemudian. Ia disangka telah melakukan tindak pidana penghasutan sebagaimana diatur dalam KUHP Pidana dan terancam hukuman penjara 6 tahun. Sebanyak 35 orang telah ditetapkan sebagai tersangka imbas insiden tersebut. Kuasa hukum menuding penanganan demonstrasi dan penetapan tersangka Rein dan 34 tersangka lainnya menyalahi aturan, namun kepolisian Gorontalo mengeklaim “sudah sesuai dengan aturan dan prosedur operasi standar kepolisian”.
Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Pohuwato mengatakan nilai ganti rugi yang diberikan perusahaan terhadap masyarakat lahan yang tak layak menjadi pemicu demonstrasi yang berujung ricuh dan pembakaran. “Kondisi ini membuktikan bahwa negara tidak mampu melakukan intervensi dalam menyelesaikan konflik agraria ini, dan justru akan memperpanjang konflik agraria di Indonesia,” ujar Tarmizi kepada Sarjan Lahay, wartawan di Gorontalo yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Pemerintah hingga saat ini terus berupaya membina dan mengawasi kegiatan pertambangan batubara oleh pemegang PKP2B maupun IUP. Namun dalam pelaksanaannya, rintangan dan hambatan sering kali muncul dan perlu diselesaikan, diantaranya persoalan lahan untuk kegiatan pertambangan. Undang-undang Minerba No 3/2020 sudah mengakomodir terkait perselisihan ini tercantum dalam “Pasal 136 ayat 1 Undang–Undang Minerba No. 3 Tahun 2020 mengatur ketentuan lahan pertambangan, yang menyatakan sebelum melakukan kegiatan operasi produksi, bahwa Pemegang IUP atau IUPK wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, namun yg sering muncul adalah terkait Ganti rugi di kawasan hutan di mana perusahaan memiliki Perijinan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), umumnya ini terkait besaran nilai kompensasi tanam tumbuh atau adanya alas hak pengusahaan seperti surat keterangan tanah/garap yang diterbitkan oleh pemerintah desa /camat.
Jadi bagaimana cara kita dapat mengatasi hal tersebut? Yang menjadi focus utama di sini adalah terkait ganti rugi yang tidak dipenuhi dengan baik oleh pihak yang bersengketa kepada pihak yang mempunyai hak diatas objek sengketa. Tentu kita mengetahui apa yang dimaksud dengan ganti rugi, sederhananya “Mengganti atas kerugian yang disebabkan, bukan ganti rugi yang menimbulkan kerugian”.
Kesimpulan dan Saran
Pertambangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha tambang dalam rangka pengambilan endapan bahan galian berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis maupun manual, pada permukaan bumi ataupun dibawah permukaan air. Regulasinya tedapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tetang Pertambangan Mineral dan BatuBara. Teori Hukum yang digunakan adalah Konsepsi John Locke maupun Hegel berawal dari Teori Hukum Alam yang bersumber pada Moralitas tentang apa yang baik dan apa yang buruk.
Saran
Hukum hadir untuk mengatasi kejahatan, pelanggaran atau ketidakadilan terutama dalam aktivitas di lingkungan pertambangan. Salah satu program yang bisa dijadikan solusi dalam penyelesaian pada kasus di atas yaitu program Coorporate Social Responsibility (CSR) partisipatif merupakan strategi yang diharapkan bisa menyelesaikan, mendepolitisasi, serta menyembunyikan konflik. Sejumlah program CSR partisipatif ini biasanya dijalankan antara lain dengan pengembangan masyarakat (Community Development), konsultasi, pemberian kompensasi, sosialisasi, dan pengelolaan lingkungan. Dalam pelaksanaannya perusahaan melibatkan masyarakat yang terdampak pertambangan melalui proses-proses manajemen korporat. Dan solusi lain yang bisa digunakan adalah Pemetaan konflik dari segi Eksternalitas dengan memahami sejarah, budaya, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keamanan warga ini perlu dilakukan dalam penyelesaian konflik. (*)
LATEST NEWS
Sekwan : Rotasi dan Mutasi Hal Biasa
29 November 2023
Tingkatkan Kesadaran Warga
29 November 2023
Komitmen Bangun Kawasan Tanpa Rokok
29 November 2023
