alexametrics Minggu Lusa Pilpres Putaran Kedua di Turki, Isu Rasisme Jadi Bahan Kampanye Opisisi

Minggu Lusa Pilpres Putaran Kedua di Turki, Isu Rasisme Jadi Bahan Kampanye Opisisi

Jumat, 26 Mei 2023 14:55

minggu-lusa-pilpres-putaran-kedua-di-turki-isu-rasisme-jadi-bahan-kampanye-opisisi

Erdogan dan Kilicdaroglu

ANKARA - Jelang pemilihan presiden (Pilpres) putaran kedua di Turki pada Minggu (28/5) lusa, oposisi mendapat aliran dukungan. Salah satunya dari Umit Ozdag, pemimpin kelompok ekstrem kanan. Alasan dukungan itu karena Capres Kemal Kilicdaroglu berjanji bakal mengusir para pengungsi dari Turki.

Sebelum mendukung Kilicdaroglu, Ozdag lebih dahulu menemui calon petahana Presiden Recep Tayyip Erdogan. Namun, pemimpin Partai Kemenangan itu tidak mencapai kata sepakat dengan Erdogan. Sebab, rencana pemerintahan Erdogan ke depan tidak ada program pemulangan para pengungsi.

Berbeda ketika Ozdag berdialog dengan Kilicdaroglu. Kedua tokoh itu sepakat untuk mengirim jutaan migran untuk kembali ke negara mereka dalam waktu satu tahun. Dalam kampanye sebelum bersepakat dengan Ozdag, Kilicdaroglu pun berjanji memulangkan pengungsi Syria dalam waktu 2 tahun.

’’Masalah terbesar Turki adalah pengungsi dan buronan,’’ ujar Ozdag seperti dikutip BBC. Pihaknya menegaskan, pemulangan itu nanti tetap disesuaikan dengan aturan hukum internasional dan HAM.

Turki memang menampung pengungsi terbanyak di dunia. Sekitar 3,5 juta warga Syria mengungsi ke negara tersebut. Data itu yang tercatat. Masih banyak warga Syria yang tinggal di Turki secara tidak resmi. Selain itu, masih ada imigran gelap dari Afghanistan, Iran, dan Pakistan.

Versi Kilicdaroglu ada 10 juta pengungsi di Turki. Jika dibiarkan bisa mencapai 30 juta orang. Namun, Profesor Murat Erdogan dari Barometer Suriah memperkirakan, jumlahnya paling banyak 6 juta pengungsi dan migran gelap. Adapun Badan Pengungsi PBB (UNHCR) menyebut, Turki menampung sekitar 3,9 juta pengungsi.

Kilicdaroglu mulai getol menebar janji untuk memulangkan pengungsi dalam kampanye pilpres putaran kedua. Namun, rencananya itu justru memicu pro dan kontra di internal oposisi. Sebagian tokoh memilih mundur karena tidak setuju dengan pemulangan pengungsi.

Mereka yang memilih tak lagi mendukung oposisi itu sebagian berasal dari Partai Masa Depan (Gelecek) yang dipimpin mantan PM Ahmet Davutoglu dan Partai Demokrasi dan Kemajuan (Deva) pimpinan mantan Wakil PM Ali Babacan.

Politisi Syria-Turki dan pPndiri Partai Gelecek Khaled Khoja menegaskan, rasisme adalah manifestasi lain dari despotisme, Kebijakan itu bukan alternatif solusi. Kembalinya pengungsi Syria yang berstatus perlindungan sementara bergantung pada realisasi stabilitas politik di Syria. Dan itu hanya dapat terjadi dalam kerangka Resolusi DK PBB 2254.

’’Dengan membuat propaganda pemilihan terhadap para pengungsi yang hidup di bawah status perlindungan sementara di Turki dan menjadikan mereka target, maka mereka hanya memberi makan dendam dan kebencian di masyarakat yang sudah terpolarisasi,’’ ujarnya seperti dikutip Middle East Eye. (sha/hud)