Pasca AGM dan Tiga Pejabat Perumda PPU Terjerat Kasus Korupsi Penyertaan Modal, Dalami Peran Lingkaran Tersangka
Sabtu, 10 Juni 2023 12:53

AGM (depan) saat masih menjabat Bupati PPU.

Penyidik KPK yang menangani dugaan korupsi AGM cs, diminta melacak siapa saja yang turut serta menikmati hasil kejahatan penyertaan modal di tiga perumda PPU. Lazimnya, perkara korupsi selalu melibatkan persekongkolan banyak pihak.
BALIKPAPAN-Perusahaan daerah (Perusda) atau kini berubah entitas menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda), kerap menjadi sumber pendapatan untuk memenuhi pundi-pundi elite politik. Hal tersebut tecermin dari dugaan korupsi dana penyertaan modal pada perumda di Penajam Paser Utara (PPU).
Melibatkan mantan bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud (AGM), bersama tiga pejabat perumda. Penyertaan modal yang diambil dari dua perumda PPU, diduga digunakan AGM untuk keperluan pribadi. Menurut akademikus hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Herdiansyah Hamzah, sulit membantah kalau perusahaan pelat merah atau perumda memang menjadi bancakan para elite politik.
“Dan ini bukan isapan jempol belaka. Ada beberapa argumentasi yang menguatkan pernyataan tersebut,” katanya kepada Kaltim Post, Jumat (9/5). Argumentasi pertama, lanjut pria yang akrab disapa Castro ini, apabila melacak genealogi (garis keturunan) politiknya, pimpinan perumda biasanya berasal dari orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. “Mulai dari tim sukses hingga mereka yang punya afiliasi dengan partai politik tertentu,” terang dia.
Argumentasi kedua, kata Castro, banyaknya kasus korupsi perumda mengonfirmasi kalau perusahaan pelat merah memang jadi bancakan elite politik. Selain kasus yang terjadi di PPU, kasus lainnya adalah korupsi di perumda milik Pemprov Kaltim yang tengah bergulir di Pengadilan Tipikor Samarinda. Yakni PT Migas Mandiri Pratama Kaltim (MMPKT) dan anak perusahaannya PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH).
“Belum perusda di daerah-daerah kabupaten/kota lainnya, yang juga banyak tersangkut perkara korupsi,” ujar pria berkacamata ini. Castro yang baru mendapat gelar doktor dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyampaikan argumentasi ketiga. Menurutnya, perumda salah satu instansi yang bisa dikatakan paling tidak ingin diawasi pengawas eksternal. Semacam Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Padahal, uang yang beredar di perumda sejatinya berasal dari uang rakyat. Termasuk melalui skema penyertaan modal yang kini menyeret AGM dan koleganya. “Logikanya, aktivitas yang enggan diawasi atau memang sengaja pengawasannya dibuat selonggar mungkin, pasti menyimpan potensi korupsi yang sangat besar,” sebutnya. Oleh karena itu, untuk menelusuri kasus dugaan korupsi penyertaan modal di Perumda PPU, Castro menyebut, rumus umumnya adalah selalu mengikuti ke mana aliran dana mengalir atau follow the money.
Ini menjadi tugas aparat penegak hukum (APH) untuk melacak siapa saja yang menikmati hasil kejahatan itu. Apalagi lazimnya perkara korupsi, mustahil dilakukan sendiri. Tetapi selalu melibatkan persekongkolan banyak pihak. “Jadi siapa pun yang terkait, termasuk ke elite-elite politik yang selama ini berada dalam circle (lingkaran)-nya, harus didalami. Termasuk dengan anggota DPRD di PPU. Pasti ada hubungannya. Karena itu (penyertaan modal ke Perumda PPU) melalui keputusan politik juga. Dan DPRD itu kan juga bagian dari circle AGM. Karena itu semua pihak yang punya keterkaitan dengan perusda, termasuk keputusan penyertaan modalnya, harus didalami,” jelasnya.
Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) DPRD PPU tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah pada Perumda Benuo Taka (PBT) PPU, dan Perumda Benuo Taka Energi (PBTE) PPU, menyatakan dukungannya terhadap penahanan tiga petinggi perumda tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/6). “Bagus saja supaya biar rampung, dan tuntas,” kata Sariman, ketua Pansus DPRD PPU tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah pada PBT PPU kepada Kaltim Post, Kamis (8/6).
Pernyataan Sariman yang mendukung KPK turut ditanggapi Rusbani, ketua Pansus DPRD PPU terkait penyertaan modal daerah kepada PBTE PPU. “Sependapat apa yang disampaikan Pak Sariman, agar kasus ini bisa jelas dan tidak simpang siur seperti saat ini,” katanya. Seperti halnya pansus yang diketuai Sariman, Rusbani dan anggota pansus membahas rancangan peraturan daerah (raperda) PPU tentang Penambahan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada PBTE PPU.
Raperda itu kemudian ditetapkan menjadi Perda PPU 6/2020 tentang hal sama, yang disahkan dewan pada saat bersamaan dengan Perda PPU 7/2020. Yaitu Senin, 21 Desember 2020. Kedua perda itu diteken bupati PPU saat itu, AGM. Dalam perda yang disahkan pada 21 Desember 2020 itu, diberikan tambahan modal untuk PBTE sebesar Rp 10 miliar. Pencairan dilakukan bertahap. Perinciannya, pada 2021 sebesar Rp 3,6 miliar, 2022 (Rp 2,4 miliar), 2023 (Rp 2 miliar), dan 2024 (Rp 2 miliar). Penyertaan modal ini dianggarkan dalam APBD 2021 sampai tahun anggaran 2024.
Penyertaan modal daerah ini yang kemudian menyeret AGM menjadi tersangka bersama BG, direktur utama PBTE PPU yang telah ditahan KPK sejak Rabu (7/6). BG ditahan lembaga antirasuah tidak sendirian. Ia bersama HY, direktur utama PBT dan KA, kepala Bagian Keuangan PBT PPU ditahan KPK untuk 20 hari pertama terhitung 7–26 Juni di Rutan KPK terkait kasus dana penyertaan modal daerah yang dikelola perumda PPU 2019–2021.
AGM yang sebelumnya telah divonis lima tahun enam bulan penjara dalam kasus suap pada Senin, 6 September 2022, juga menjadi tersangka dalam kasus tersebut tidak ditahan. Sebab, yang bersangkutan menjalani pidana di Lapas Kelas II Balikpapan. Keputusan KPK untuk menjerat hukum AGM merupakan hasil pengembangan penyidikan atas kasus suap pengadaan barang, jasa, dan perizinan yang melibatkan AGM sebelumnya.
Untuk diketahui, dalam keterangan persnya pada Rabu (7/6) lalu
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membeberkan konstruksi perkara yang menjerat AGM dan tiga pejabat perumda PPU. AGM dengan jabatannya selaku bupati periode 2018–2023 sekaligus KPM ketiga perumda, yang dalam rapat paripurna R-APBD bersama DPRD menyepakati penambahan penyertaan modal bagi PBT Rp 29,6 miliar, PBTE disertakan modal Rp 10 miliar, dan Perumda Air Minum Danum Taka dengan penyertaan modal Rp 18,5 miliar.
Kemudian, sekitar Januari 2021, BG selaku dirut PBTE melaporkan pada AGM terkait belum direalisasikannya dana penyertaan modal bagi PBTE, sehingga AGM memerintahkan BG mengajukan permohonan pencairan dana dimaksud yang ditujukan pada AGM yang kemudian diterbitkan keputusan bupati PPU, sehingga dilakukan pencairan dana Rp 3,6 miliar. Sekitar Februari 2021, HY selaku dirut PBT juga melaporkan pada AGM terkait belum direalisasikannya dana penyertaan modal PBT, sehingga AGM memerintahkan kembali agar segera diajukan permohonan. Kemudian diterbitkan keputusan bupati PPU berupa pencairan dana Rp 29,6 miliar.
Sementara bagi Perumda Air Minum Danum Taka, AGM menerbitkan keputusan bupati PPU dengan pencairan dana Rp 18,5 miliar. Namun, sebut Alexander Marwata, tiga keputusan yang ditandatangani AGM tersebut, diduga tidak disertai dengan landasan aturan yang jelas dan tidak pula melalui kajian, analisis, serta administrasi yang matang, sehingga timbul pos anggaran dengan berbagai penyusunan administrasi fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 14,4 miliar.
“Dari pencairan uang yang diduga melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara tersebut, kemudian dinikmati para tersangka untuk berbagai keperluan pribadi,” jelasnya. Dibeberkannya, antara lain, AGM diduga menerima Rp 6 miliar dan dipergunakan antara lain untuk menyewa private jet, menyewa helikopter, supporting dana kebutuhan musda Partai Demokrat Kaltim. BG diduga menerima Rp 500 juta dipergunakan untuk membeli mobil. HY diduga menerima Rp 3 miliar dipergunakan sebagai modal proyek. KA diduga menerima Rp 1 miliar dipergunakan untuk trading forex. (riz/k16)
Rikip Agustani
ikkifarikikki@gmail.com
LATEST NEWS
